setelah Kerajaan Pasumayam Koto Batu di tinggalkan dan berpindah ke Pariangan, masing masing istri raja mendiami istana mereka masing - masing.
Permaisuri raja Indera jelita ( indo jelito )
Mengiringi Sri maharaja diraja ke Pariangan. Sementara putri Kham in mendiami istana di Bukit Posuak - mahat ( kerajaan maek )
Puteri Hera Mong Champa mendiami kerajaan Lahsi ( lasi ), Putri An jian mendiami Kerajaan Kurinci dan terus berpindah ke pantai timur
dan selanjutnya Puteri Khu Chin Siam mendiami sisi timur matahari terbit di kaki gunung Marapi di Kerajaan Koto Alam.
Daerah ini berada di wilayah kawasan Sungai tarab saat ini. Tepatnya di jorong Koto alam, padang laweh.
Kerajaan Koto alam - padang laweh ini memiliki kontur alam yg miring sehingga leluhur dari putri Siam ini mengembangkan pertanian mereka di tanah yg miring. Karena sedikit sekali atau kurang tanah yg datar kemudian ia menamai kerajaannya sebagai kerajaan Luhak Tanah datar ( tanah yang datar kurang )
Dari sini kemudian keturunan dan pengikut dari putri Khu Cin Siam berkembang. Kawasan ini nantinya terus berkembang sebagai luhak nan tuo atau luhak tanah datar.
Sehinggalah kemudian datang utusan dari pariangan memberi tugas untuk manaruko hutan dan membuat sawah.
Mereka di kenal dengan kelompok nan salapan. Nantinya kawasan ygvlebih luas dan ramai akan teebentuk dan bernama SALIMPAUANG.
Kelompok Salapan (Urang Nan Salapan)
Pada zaman dahulunya Kelompok salapan datang dari dusun tuo pariangan sebanyak sebelas kelompok dalam artian memiliki sebelas niniak, yang mana mereka berjalan dari pariangan menyisiri lereng gunung merapi dan beristirahat di Talang Dasun sehingga akhirnya sampai disebuah bukit yang bernama bukit sari bulan yang bertepatan pada satu hari bulan hijriah dan sampai sekarang bukit tersebut masih diberi nama Bukik Sari Bulan yang terletak di Nagari Koto Baru Kecamatan Sungai Tarab.
Setelah nenek moyang nan sabaleh tersebut sampai di bukit sari bulan maka mereka bermusyawarah sambil beristirahat guna untuk mencari tempat bercocok tanam yang baik serta dimana lokasi untuk membuat sawah (Taruko), setelah selesai bermusyawarah maka dapatlah kesepakatan bahwasanya kelompok nan sabaleh dibagi menjadi dua kelompok, kelompok yang pertama sebanyak Ampek niniak dan kelompok yang kedua sebanyak tujuah niniak.
Kelompok ampek ninik berpendapat pergi kearah timur untuk membuat Taratak, kemudian mereka berjalan hingga sampai di macang kamba hingga menetap di Nagari Rao-rao Kecamatan Sungai Tarab dan disanalah mereka menetap serta bercocok tanam, kelompok tersebut juga terbagi menjadi dua kelompok dengan sebutan “Duo Suku dateh dan Duo Suku dibawah”.
Sedangkan Kelompok Tujuah Niniak yang cikal bakal penduduk Nagari Salimpaung sepakat untuk menetap di bukik sari bulan untuk membuat Taratak serta bercocok tanam didaerah tersebut, sehingga mereka membuat tujuh buah pincuran dan sampai sekarang daerah tersebut masih dinamakan “Pincuran tujuah”, dan sebagian dari mereka memperluas wilayah mereka dengan membuat sebuah ladang yang pertama kali di Jorong Koto Tuo dan daerah tersebut diberi nama “Ladang Dahulu” yang sampai sekarang masih dinamai dengan ladang dahulu, maka mulailah mereka manaruko sawah berpiring-piring sehingga sawah tersebut dinamai dengan “Sawah Taruko” yang terletak di Jorong Koto Tuo.
Seiring berjalannya waktu maka mereka semakin berkembang biak dan akhirnya kelompok tujuah niniak mulai membangun sebuah Dusun, yang mana dibagi menjadi dua kelompok antara lain limo niniak tinggal di Koto Tuo dan duo niniak tinggal di Nan II Suku.
Dengan telah berdirinya Dusun maka Kelompok Ampek Niniak yang sudah pergi ke Nagari Rao-rao kembali lagi Satu Niniak ke kelompok Tujuah Niniak dan mereka diterima sehingga disebutlah dengan “urang nan Salapan” di Nagari Salimpaung. Urang nan Salapan membangun Taratak di Koto Tuo dan Nan II Suku, dan sampai sekarang mereka sudah memiliki kaum masing-masing sebagai mana istilah adat mengatakan setiap niniak mamak memiliki syarat dan rukun yaitu :
Balabuah batapian
Bapandan bakuburan
Basawah baladang
Barumah batanggo
Balasuang barangkiang
Maka mereka urang nan salapan tersebut memiliki dari semua syarat dan ketentuan yang ada dalam adat minang kabau tersebut.
Selanjutnya datang KELOMPOK NAN SAPULUAH URANG
Kelompok Sapuluah (Urang Nan Sapuluah)
Kelompok Urang Nan Sapuluah berangkat dari Tanjuang Sungayang menuju kearah Barat sebanyak Empat Belas kelompok, kemudian berhenti untuk beristirahat sambil bermusyawarah disebuah tempat yang bernama ladang Sumaniak, guna untuk mencari tempat bercocok tanam yang baik serta dimana lokasi untuk membuat sawah (Taruko), setelah selesai bermusyawarah maka dapatlah kesepakatan bahwasanya kelompok Ampek Baleh dibagi menjadi dua kelompok, kelompok yang pertama sebanyak Limo niniak dan kelompok yang kedua sebanyak Sambilan niniak.
Kelompok Lima Niniak sepakat untuk tinggal ladang Sumaniak dan tidak melanjutkan perjalan, sehingga disanalah mereka tinggal dan bercocok tanam untuk melanjutkan kelangsungan hidup mereka sehingga daerah disana dinamakan dengan Limo Sumaniak sampai saat sekarang.
Kelompok Nan Sambilan tetap melanjutkan perjalanannya kearah Barat sehingga mereka sampai disebuah hamparan disebelah bukit, maka disanalah mereka mulai berfikir untuk membangun tempat menetap atau membuat sebuah “Taratak” dan sampai saat sekarang ini masih bisa kita buktikan lokasi yang digunakan oleh Kelompok Nan Sambilan dinamakan dengan “Munggu Sipikia” (Tanah tempat Berfikir) yang terletak di sawah Padang Jorong Nan IX Nagari Salimpaung.
Dengan telah adanya kesepakatan Kelompok Nan Sambilan untuk membangun sawah dan ladang “Taratak” di Munggu Sipikia, seiring berjalannya waktu masyarakat semakin berkembang biak maka dibangunlah sebuah Dusun dan dibagilah kelompok ini menjadi Tiga kelompok antara lain Lima kelompok tinggal di seputaran munggu sipikia dan sampai sekarang masih ada daerah persawahan yang dinamakan dengan nama “Lima Padang” , Dua kelompok pergi ke Nan II Suku dan Dua Kelompok lagi pergi ke Koto Tuo.
Sesuai dengan paparan diatas maka kelompok tersebutlah yang dinamakan dengan Urang nan Sambilan, dan sampai sekarang mereka sudah memiliki kaum masing-masing sebagai mana istilah adat mengatakan setiap niniak mamak memiliki syarat dan rukun yaitu :
Balabuah batapian
Bapandan bakuburan
Basawah baladang
Barumah batanggo
Balasuang barangkiang
Maka mereka urang nan Sambilan tersebut memiliki dari semua syarat dan ketentuan yang ada dalam adat minang kabau tersebut.
Dengan telah terbentuknya taratak dan dusun oleh urang nan salapan dan urang nan sambilan ini, maka satu Kelompok dari lima kelompok yang ada di ladang sumaniak menyusul urang nan sambilan untuk bergabung kembali dan urang nan sambilan pun menerimanya maka dari itulah disebut dengan “urang nan sapuluah”.
Seiring dengan berjalannya waktu dan telah berkembang biaknya keturunan dua kelompok tersebut (Urang Nan Salapan dan urang nan Sapuluah) maka sepakatlah mereka untuk membangun koto sebanyak Tiga Koto antara lain :
Koto Tuo
Koto Nan IX
Koto Nan II Suku
Dengan telah dilahirkan Tiga Buah Koto maka koto yang tiga inilah yang menjadi NAGARI SALIMPAUNG sampai saat sekarang.
Nagari Salimpaung memiliki tiga koto yang terdapat didalamnya Dua Belas Suku antara lain :
Koto Tuo
- Suku Caniago
- Suku Kutianyir
- Suku Dalimo Panjang
- Suku Koto Dalimo
Koto Nan II Suku
- Suku Caniago
- Suku Bodi
- Suku Kutianyir
- Suku Jambak
Koto Nan IX
- Suku Koto Piliang
- Suku Sitabek Parik Cancang
- Suku Bendang Melayu
- Suku Payo Bada
Koto-koto yang ada di Nagari Salimpaung memiliki sejarah masing-masing antara lain :
Koto Tuo
Koto Tuo merupakan Koto yang pertama kali membangun taratak dan dusun sehingga daerah tersebut diberi nama koto tuo (Koto yang paling tertua)
Koto Nan IX
Nan IX merupakan Koto yang kedua di Nagari Salimpaung dan namanya diambilkan dari Sambilan Niniak atau dari kelompok urang nan sapuluah.
Koto Nan II Suku
Nan II Suku merupakan koto yang terakhir dibangun setelah adanya koto yang dua yang mana namanya diambilkan dari dua kelompok (Urang nan salapan dan urang nan sapuluah) dan disepakati menjadi nan II Suku.
Dengan berkembangnya zaman dan bertambahnya jumlah penduduk di Nagari Salimpaung serta sempitnya lahan pertanian maka sebagian dari masyarakat yang ada di Nan IX dan Nan II Suku memperluas areal pertaniannya kearah Barat dan di beri nama daerah tersebut dengan sebutan “Padang Kuok” yang artinya Hamparan yang subur.
Seiring dengan berjalannya waktu maka masyarakat yang bercocok tanam di padang kuok tersebut mulai menetap dan terbentuk pulalah disana suatu perkampungan yang termasuk kedalam wilayah Pemerintahan Nagari Salimpaung.
Pada tahun 1984 Sesuai dengan undang-undang dari Pemerintah yang lebih tinggi maka Nagari yang ada di Sumatera Barat dilebur menjadi Desa, maka perkampungan yang dinamakan Padang Kuok sesuai dengan kesepakatan tokoh-tokoh yang ada di Padang Kuok dimasa itu sepakat mengganti nama Padang Kuok menjadi “Padang Jaya” dan Nagari Salimpaung terpecah menjadi Empat buah Desa antara lain :
Desa Koto Tuo
Desa Nan IX
Desa Nan II Suku
Desa Padang Jaya
Pada tahun 2001 Sesuai dengan pepatah orang Minang Kabau Sakali Aia Gadang Sakali Titian Baraliah, dengan terjadinya pergantian kepemimpinan di Negara Republik Indonesia maka beberapa desa yang ada di Sumatera Barat kembali disatukan menjadi sebuah Nagari, begitupulalah di Nagari Salimpaung Desa-desa yang dulunya merupakan wilayah Nagari Salimpaung kembali bergabung kedalam satu Pemerintahan yaitunya Nagari Salimpaung yang terdiri dari Empat Jorong antara lain Jorong Koto Tuo, Jorong Nan II Suku, Jorong Nan IX dan Jorong Padang Jaya.
No comments:
Post a Comment