Thursday, July 3, 2025

KEMELUT DI MAJAPAHIT - PATIH NAMBI

Patih Mpu Nambi
Lahir : Lumajang, Jawa Timur ?
Raja Lamajang Tigang Juru ke-2 : 1300 - 1316 M.
Patih Majapahit ke-1 : 1295–1300 M.
Orang Tua : ♂Arya Wiraraja / Prabu Menak Koncar I Banyak Wide (Rakryan Mantri Arya Wiraraja Makapramuka), ♀ Nyai Ageng Lanang Jaya / Nyai Lanang Baya.
Saudara : ♂ Ronggolawe / Raden Haryo Ronggolawe, ♂ Wirondaya, ♂️Peteng, ♂️Wirot.
Wafat : Lamajang, Jawa Timur 1316 M.
Makam : Dusun Kwasen, Desa Menganto, Kecamatan Mojowarno, Jombang, Jawa Timur.
Keterangan : 

Nambi (lahir: ? - wafat: Lamajang, 1316) adalah pemegang jabatan rakryan patih pertama dalam sejarah Kerajaan Majapahit. Ia ikut berjuang mendirikan kerajaan tersebut namun kemudian gugur sebagai korban fitnah pada pemerintahan raja kedua Majapahit, Jayanegara.
_____________________________________________
Pararaton dan Kidung Panji Wijayakrama menceritakan bahwa Nambi adalah putra Arya Wiraraja. Di lain pihak Kidung Harsa Wijaya dan Kidung Sorandaka menceritakan bahwa Nambi adalah putra Pranaraja. Terjadi perdebatan panjang di mana Slamet Muljana menyatakan bahwa Nambi adalah putra Pranaraja sedang Ronggolawe adalah putra Arya Wiraraja. Namun dalam analisis terbarunya Mansur Hidayat mengemukakan pendapatnya bahwa Nambi dan Ranggalawe dimungkinkan adalah putra Arya Wiraraja.

Peran Awal

Pararaton dan Kidung Panji Wijayakrama menyebut Nambi sebagai salah satu abdi Raden Wijaya yang ikut mengungsi ke tempat Arya Wiraraja di Songeneb (nama lama Sumenep) ketika Kerajaan Singasari runtuh diserang pasukan Jayakatwang tahun 1292. Sedangkan menurut Kidung Harsawijaya, Nambi adalah putra Arya Wiraraja yang baru kenal dengan Raden Wijaya di Songeneb.

Pararaton mengatakan bahwa Nambi adalah seorang putra Arya Wiraraja yang telah menjadi sahabat Raden Wijaya sejak menjadi salah satu panglima di Singhasari. Kidung Harsawijaya mengisahkan pula, Nambi kemudian dikirim ayahnya untuk membantu Raden Wijaya membuka Hutan Tarik (di perbatasan antara kabupaten Sidoarjo dengan kabupaten Mojokerto) menjadi sebuah desa pemukiman bernama Majapahit yaitu tepatnya di Kota Mojokerto Tepi sungai Brantas. Kisah ini berlawanan dengan Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe yang menyebut nama putra yang dikirim Arya Wiraraja adalah Ranggalawe, bukan Nambi.

Pararaton selanjutnya mengisahkan, pada saat Raden Wijaya menyerang Kadiri pada tahun 1293, Nambi ikut berjasa membunuh seorang pengikut Jayakatwang yang bernama Kebo Rubuh. Dalam berbagai medan perjuangan, Nambi diceritakan orang yang mempunyai kecerdikan administrasi dan intelektual sehingga pada masa Majapahit berdiri ia dipercaya menjadi seorang Maha Patih pertama kerajaan ini.
Jabatan di Majapahit

Pararaton mengisahkan setelah kekalahan Jayakatwang tahun 1293, Raden Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit dan mengangkat diri menjadi raja. Jabatan patih atau semacam perdana menteri diserahkan kepada Nambi. Berita ini diperkuat oleh prasasti Sukamerta tahun 1296 yang memuat daftar nama para pejabat Majapahit, antara lain Rakryan Patih Mpu Nambi.

Menurut Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe, pengangkatan Nambi inilah yang memicu terjadinya pemberontakan Ranggalawe di Tuban tahun 1295. Ranggalawe merasa tidak puas atas keputusan tersebut karena Nambi dianggap kurang berjasa dalam peperangan. Atas izin Raden Wijaya, Nambi berangkat memimpin pasukan Majapahit menyerang Tuban. Dalam perang itu, Ranggalawe mati di tangan Kebo Anabrang.

Menurut ''Mansur Hidayat'', penulis sejarah, Arya Wiraraja dan Lamajang Tigang Juru ini, Nambi adalah salah seorang putra Arya Wiraraja yang tetap ikut berperan di dalam pendirian kerajaan Majapahit. Pengangkatannya sebagai Maha Patih tidak disetujui oleh saudaranya sendiri yaitu Ranggalawe yang menginginkan Lembu Sora yang merupakan paman dari pihak ibu menjadi Patih karena dinilai punya keberanian. Akibat perang dengan Ranggalawe ini, Ranggalawe yang merupakan seorang putra kesayangan Arya Wiraraja, gugur, sehingga menjadikan ayahnya bersedih dan sangat marah. Arya Wiraraja kemudian membangun ibu kota berbenteng yang kemudian dikenal dengan nama Arnon atau Kuto Renon ang dalam bahasa Jawa kuno adalah "Kuto artinya kota berbenteng" dan "Renon atau Renu artinya marah". Jadi Kutorenon sendiri berarti sebuah ibu kota berbenteng yang dibangun karena marah. Akibat kejadian ini Nambi pun tidak diterima oleh Arya Wiraraja sampai masa sakitnya pada tahun 1314 Masehi.

Di dalam pemerintahan Majapahit sendiri, Mpu Nambi adalah salah seorang pendukung setia Wangsa Rajasa, sehingga ketika Prabu Jayanagara naik tahta dan menggantikan menggantikan ayahnya Raden wijaya. Mpu Nambi lah yang berada di garda depan untuk menentangnya. Hal inilah yang membuat hubungan kedua petinggi Majapahit itu menjadi renggang dan kemudian dimanfaatkan oleh seorang tokoh bernama Mahapati.

Perang Lumajang dan Kematian Nambi

Kematian Nambi terjadi pada tahun 1316. Kisahnya disinggung dalam Nagarakretagama dan Pararaton, serta diuraikan panjang lebar dalam Kidung Sorandaka.ja

Dikisahkan pada masa pemerintahan Jayanagara (1309-1328) putra Raden Wijaya, Nambi masih menjabat sebagai patih. Saat itu ada tokoh licik bernama Mahapati yang mengincar jabatannya. Ia selalu berusaha menciptakan ketegangan di antara Jayanagara dan Nambi.

Suatu hari terdengar berita bahwa ayah Nambi sakit keras. Nambi pun mengambil cuti untuk pulang ke Lamajang (nama lama Lumajang). Sesampai di sana, ayahnya telah meninggal. Mahapati datang melayat menyampaikan ucapan dukacita dari raja. Ia juga menyarankan agar Nambi memperpanjang cutinya. Nambi setuju. Mahapati lalu kembali ke ibu kota untuk menyampaikan permohonan izinnya.

Akan tetapi dihadapan raja, Mahapati menyampaikan berita bohong bahwa Nambi menolak untuk kembali ke ibu kota karena sedang mempersiapkan pemberontakan. Jayanagara termakan hasutan tersebut. Ia pun mengirim pasukan dipimpin Mahapati untuk menumpas Nambi.

Nambi tidak menduga datangnya serangan mendadak. Ia pun membangun benteng pertahanan di Gending dan Pejarakan. Namun keduanya dapat dihancurkan oleh pasukan Majapahit. Akhirnya Nambi sekeluarga pun tewas pula dalam peperangan itu. Babad Pararaton menceritakan kejatuhan Lamajang pada tahun saka "Naganahut-wulan" (Naga mengigit bulan) dan dalam Babad Negara Kertagama disebutkan tahun "Muktigunapaksarupa" yang keduanya menujukkan angka tahun 1238 Saka atau 1316 Masehi.

Pararaton mengisahkan Nambi mati dalam benteng pertahanannya di desa Rabut Buhayabang, karena dikeroyok oleh Jabung Tarewes, Lembu Peteng, dan Ikal-Ikalan Bang. Sedangkan menurut Nagarakretagama yang memimpin penumpasan Nambi bukan Mahapati, melainkan langsung oleh Jayanagara sendiri. Jatuhnya Lamajang ini kemudian membuat kota-kota pelabuhannya seperti Sadeng dan Patukangan melakukan perlawanan yang kemudian dikenal sebagai "Pasadeng" atau perang sadeng dan ketha pada tahun 1331 masehi.

Tentang meninggalnya Mpu Nambi sendiri, ada 2 pendapat yang sama kuatnya, di mana pertama Nambi meninggal di daerah bernama Randu Agung karena ada sebuah situs bernama Candi Randu Agung di Lumajang, yang dipercaya masyarakat sebagai tempat perabuan Nambi. Kedua adalah di ibu kota Arnon sendiri di mana perang Lamajang yang terakhir berlangsung di ibu kota dan Mpu Nambi bertahan habis-habisan sampai titik darah penghabisan. Dalam penelitian J. Mageman diberitakan bahwa di Situs Biting terdapat komplek percandian raja-raja Lamajang.

Nama Ayah

Nama ayah Nambi menurut Pararaton dan Kidung Harsawijaya adalah Arya Wiraraja, sedangkan dalam Kidung Sorandaka adalah Pranaraja. hal ini menimbulkan pendapat bahwa Pranaraja adalah nama lain Arya Wiraraja.

Pendapat tersebut tidak sesuai dengan naskah prasasti Kudadu tahun 1294 yang menyebut Arya Wiraraja dan Pranaraja sebagai dua orang tokoh yang berbeda. Keduanya sama-sama menjabat sebagai pasangguhan, di mana masing-masing bergelar Rakryan Mantri Arya Wiraraja Makapramuka dan Rakryan Mantri Pranaraja Mpu Sina.

Selain itu, Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe menyebut Arya Wiraraja adalah ayah dari Ranggalawe (alias Arya Adikara), yaitu saingan politik Nambi. Versi ini diperkuat oleh prasasti Kudadu (1294) yang menyebut adanya nama Arya Adikara dan Arya Wiraraja dalam daftar pejabat Majapahit, tetapi keduanya tidak ditemukan lagi dalam prasasti Sukamerta (1296), sedangkan nama Pranaraja Mpu Sina masih dijumpai.

Alasan yang bisa diajukan ialah, setelah kematian Ranggalawe tahun 1295, Arya Wiraraja merasa sakit hati dan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pasangguhan. Ia kemudian mendapatkan daerah Lamajang sesuai janji Raden Wijaya pada masa perjuangan. Adapun Pranaraja Mpu Sina diperkirakan juga berasal dari Lamajang. Sesudah pensiun, ia kembali ke daerah itu sampai akhir hayatnya pada tahun 1316 di daerah tempat kekuasaan Arya Wiraraja yang merupakan ayahnya.

Menurut Mansur Hidayat, seorang penulis buku Arya Wiraraja dan Lamajang Tigang Juru, Nambi dan Ronggolawe adalah sama-sama anak Arya Wiraraja karena sumber-sumber yang diceritakan sama-sama kuat. Contoh, bahwa Nambi adalah putra Arya Wiraraja karena ketika Arya Wiraraja sakit Nambi menjenguknya dan mengambil cuti dan kemudian juga berperang mempertahankan kerajaan ayahnya Lamajang Tigang Juru.

Kisah Mpu Nambi, Patih Majapahit Pertama Korban Hasutan Busuk Sengkuni Mahapati
_____________________________________________
MAHAPATIH Majapahit pertama dijabat oleh Mpu Nambi . Sosok Mpu Nambi pula yang merupakan kawan dekat dari Raden Wijaya, yang telah menjabat sejak Wangsa Rajasa. Ketika raja kedua Majapahit Jayanagara bertahta Mpu Nambi masih berkuasa sebagai mahapatih. Tetapi hubungan kedua pejabat utama Majapahit ini tidak pernah akur. Saling curiga selalu mewarnai hubungan antara Jayanagara dengan Mpu Nambi. Apalagi saat itu Jayanagara memang masih cukup stabil emosinya, karena naik tahta sebagai raja dalam usia yang muda.

Raja Majapahit kedua yang bergelar Sri Sundarapadnyadewadhiswarana Maharajabhiseka Wikramatunggadewa ini naik tahta di usai kurang lebih 15 tahun. Di usia tersebut tentulah secara kejiwaan dan emosional masih belum memiliki emosi yang matang dan tidak terkontrol.
Dikutip dari "Arya Wiraraja dan Lamajang Tigang Juru", semasa Jayanagara berthada muncul pertentangan antara Wangsa Rajasa dari trah Raden Wijaya, dengan pendukung setia Jayanagara. Alhasil di internal istana kerajaan muncul konflik yang tak terelakkan.

Suasana ketidaknyamanan antara raja dan patihnya dan di antara keduanya memang mempunyai hubungan yang kurang baik. Saat itu memang Jayanagara muncul sebagai pewaris tahta dari Wangsa Sinelir. Sementara Mpu Nambi merupakan kubu yang pendukung Wangsa Rajasa, beranggapan bahwa Gayatri putri keempat Kertanegara yang seharusnya menjadi raja Majapahit.

Di tengah hubungan yang renggang antara Jayanagara dengan Mpu Nambi ada satu tokoh yang kian memperumit hubungan keduanya. Dia adalah Mahapati, yang sosoknya sudah muncul pada saat Mpu Sora sedang terbelit kasus pembunuhan Kebo Anabrang. Akan tetapi dari perilaku politik, tokoh Mahapati ini selalu bertentangan dan menjatuhkan tokoh-tokoh yang setia dengan Wangsa Rajasa.

Dikarenakan ibunda Jayanagara yang dekat dengan Wangsa Sinelir bisa jadi sosok Mahapati ini juga merupakan penasihat utama wangsa ini. Sosoknya mulai dipercaya oleh Jayanagara dalam menjalankan pemerintahan. Bisa dikatakan Mahapati ini merupakan jabatan pelaksana pemerintahan yang dipegang oleh Mpu Nambi. Hal ini pula yang membuat Mahapati mulai mengincar jabatan mahapatih Majapahit, yang berimbas pada ketidaknyamanan Mpu Nambi yang masih resmi menjabatnya.

Sejarah Pemberontakan Nambi vs Majapahit: Mati karena Fitnah Keji
______________________________________________
Pemberontakan Nambi seharusnya tidak pernah terjadi. Sejarah mencatat, rakryan patih alias perdana menteri atau mahapatih pertama Kerajaan Majapahit ini mati karena fitnah keji. Nambi dituduh merencanakan pemberontakan sehingga harus dihabisi. Nambi adalah orang kepercayaan Raden Wijaya, sang raja pertama Majapahit. Bersama sosok-sosok sentral lainnya termasuk Arya Wiraraja, Ranggalawe, Kebo Anabrang, dan Lembu Sora, Nambi setia mengiringi perjuangan Raden Wijaya merintis Kerajaan Majapahit yang dideklarasikan pada 1293 Masehi.

Raden Wijaya merupakan menantu Kertanegara, Raja Singasari terakhir yang tewas lantaran pemberontakan Jayakatwang dari Gelang-gelang (Madiun) pada 1293 Masehi. Dibantu Nambi dan kawan-kawan, Raden Wijaya membalaskan dendam sang mertua. Sunoto dalam Menuju Filsafat Indonesia: Negara-negara di Jawa Sebelum Proklamasi Kemerdekaan (1983) menyebutkan, Kertanegara jatuh oleh Jayakatwang, selanjutnya Jayakatwang dijatuhkan oleh Raden Wijaya. Setelah itu, Raden Wijaya mendeklarasikan berdirinya Kerajaan Majapahit di tepi Sungai Brantas (di perbatasan Sidoarjo dan Mojokerto) serta menjadi raja pertama dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana (1293-1309).

Atas peran pentingnya, Raden Wijaya kemudian menunjuk Nambi untuk menempati jabatan pemerintahan tertinggi sebagai rakryan patih (mahapatih) atau perdana menteri Kerajaan Majapahit yang pertama. Bukan tanpa alasan Raden Wijaya memilih Nambi sebagai perdana menteri. Di mata Raden Wijaya, Nambi adalah sosok yang komplit: tangkas dalam pertarungan, juga cerdas dalam urusan pemerintahan.

Meskipun demikian, penunjukan Nambi sebagai rakryan patih nantinya memantik persengketaan dengan Ranggalawe yang berujung pada pertumpahan darah internal pertama dalam sejarah Kerajaan Majapahit. Ada sosok berpengaruh bernama Dyah Halayuda alias Mahapati dalam rangkaian pergolakan yang menerpa Majapahit. Hayaluda adalah sepupur Raden Wijaya. Halayuda yang berambisi menjadi perdana menteri digambarkan sebagai tokoh yang licik dan suka mengadu-domba sehingga mengakibatkan kericuhan di lingkungan kerajaan, termasuk dalam peristiwa pemberontakan Ranggalawe maupun Nambi.

Fitnah Keji Mahapati

Raden Wijaya wafat tahun 1309. Penerus singgasana Majapahit adalah sang putra mahkota, Jayanagara (1309-1328). Di masa pemerintahan raja ke-2 Majapahit ini, pergolakan yang muncul semakin sering, bahkan dari dalam lingkaran kekuasaan sendiri. Pengaruh Halayuda menjadi semakin krusial lantaran karakter Jayanagara yang tidak sekuat ayahnya. Nama asli Jayanagara adalah Kalagemet. Kitab Pararaton menafsirkan Kalagemet dengan olok-olok yang berarti “lemah” atau “jahat”. Tragedi Nambi yang kemudian dituding sebagai pemberontakan terjadi pada 1316 Masehi. Baik Nagarakertagama maupun Pararaton menyinggung perihal peristiwa berdarah ini, bahkan dijabarkan lebih lengkap dalam Kidung Sorandaka. Rahadi Boedisetio dalam Bandjir Darah di Madjapahit (1966) menyebut bahwa peristiwa yang menimpa Nambi dan para pengikutnya di Lamajang (Lumajang) termasuk gerakan pergolakan terbesar dalam sejarah Kerajaan Majapahit.

Tahun 1316 itu, Nambi meminta izin untuk pergi ke Lamajang karena di sana ayahnya sakit keras.
Mengenai siapa ayah Nambi, terdapat beberapa versi yang berbeda. Pararaton dan Kidung Harsawijaya menyebut ayahanda Nambi adalah Arya Wiraraja yang berarti Nambi adalah saudara Ranggalawe.

Sementara Kidung Sorandaka mencatat bahwa ayah Nambi bernama Pranaraja. Temuan ini memunculkan dugaan bahwa Wiraraja dan Pranaraja adalah orang yang sama, meskipun belum dapat dipastikan kebenarannya. Slamet Muljana dalam Menuju Puncak Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit (2012) tetap menyimpulkan bahwa Wiraraja dan Pranaraja merupakan dua orang yang berbeda. Wiraraja adalah ayah Ranggalawe, sedangkan Pranaraja ayahanda Nambi.

Hal ini dikuatkan dengan penemuan Prasasti Kudadu berangka tahun 1294 yang mengungkapkan bahwa Wiraraja dan Pranaraja adalah tokoh yang berbeda meskipun keduanya sama-sama punya jabatan penting di Kerajaan Singasari pada era Kertanegara dalam periode yang sama. Cerita Nambi yang meminta izin ke Lamajang juga terkait dengan teori bahwa ayah Nambi adalah Pranaraja, bukan Arya Wiraraja. Dikisahkan, Pranaraja yang berasal dari Daha (Kediri) bermaksud ke Lamajang untuk menemui kawan lamanya, yakni Arya Wiraraja, ayah Ranggalawe. Tiba di Lamajang, Pranaraja yang memang sudah lanjut usia jatuh sakit, dan kabar tersebut sampai ke Majapahit. Maka, ditemani oleh beberapa pejabat Majapahit dan pengikutnya, Nambi bergegas ke Lamajang untuk mengetahui kondisi ayah.

Akhir Tragis Riwayat Nambi

Nambi terlambat. Ayahnya ternyata sudah meninggal dunia saat ia sampai di Lamajang. Kabar duka ini pun segera sampai ke Majapahit. Halayuda atas nama kerajaan datang melayat ke Lamajang untuk menyampaikan ucapan belasungkawa dari Raja Jayanagara.
Halayuda menyarankan kepada Nambi untuk memperpanjang masa izinnya agar bisa mengurus kematian sang ayah sembari menenangkan diri sebelum bekerja kembali. Nambi setuju dan berterimakasih sudah diberi kelonggaran.

Balik ke Majapahit, Halayuda mengatakan hal yang berbeda kepada Jayanagara. Nambi disebut menolak kembali ke ibu kota dan dugaan rencana pemberontakan pun dibisikkan oleh Halayuda.
Prabu Jayanagara terhasut dan murka. Dicatat Pararaton, Jayanagara memerintahkan Halayuda memimpin pasukan ke Lamajang untuk menumpas Nambi. Sementara menurut Nagarakertagama, komandan tertinggi operasi militer tersebut adalah Jayanagara sendiri.

Di Lamajang, Nambi sama sekali tidak menyadari apa yang bakal terjadi. Ketika mendapatkan kabar bahwa pasukan Majapahit bakal datang menyerang, Nambi jelas terkejut. Nambi sempat mendirikan benteng pertahanan di dua titik, yakni di Gending dan Pejarakan. Namun, pasukan Majapahit yang cukup besar mampu menghancurkan kedua benteng tersebut.
Nambi dan para pengikutnya bertahan habis-habisan, namun akhirnya tidak sanggup lagi menahan terjangan pasukan Majapahit. Menurut Pararaton, Nambi gugur di dalam benteng akibat dikeroyok oleh para panglima perang Majapahit. Begitu pula dengan seluruh pengikut dan keluarganya.

Lantas, siapa pengganti posisi Nambi di Majapahit?

Dikutip dari Konflik Berdarah di Tanah Jawa: Kisah Para Pemberontak (2008) yang ditulis Raka Revolta, lempengan tembaga Sidateka bertarikh tahun saka 1245 atau 1323 Masehi menyatakan bahwa yang menjadi Mahapatih Majapahit adalah Dyah Halayuda. Runtuhnya Lamajang dikisahkan oleh Pararaton dengan menyebut tahun saka Naganahutwulan, sedangkan Negarakertagama mengatakan tahun Muktigunapaksarupa. Dua versi ini menunjukkan tahun yang sama, yakni 1238 Saka atau 1316 Masehi.

Di tahun 1316 ini pula, Arya Wiraraja sang penguasa Lamajang meninggal dunia. Tragedi yang menimpa Nambi sekaligus kejatuhan Lamajang ini nantinya memantik pergolakan di sejumlah kota-kota pelabuhan milik Majapahit, termasuk Pasadeng (Sadeng) dan Patukangan (Ketha) yang merupakan wilayah Lamajang Tigang Juru yang dulu dirintis oleh Arya Wiraraja.
Kematian Nambi nantinya terbalas melalui pemberontakan Sadeng dan Ketha yang sempat membuat Majapahit goyang meskipun tetap tampil sebagai pemenangnya.
@semua orang

No comments:

Post a Comment

SANG ARYA CAKRADARA

CAKRADARA AYAH HAYAM WURUK - RAJA MAJAPAHIT Sri Kertawardhana (atau *Cakradhara*) Adalah ayah dari Hayam Wuruk dan suami dari T...