Saturday, June 7, 2025

KISAH ADITYAWARMAN 5 ( RAJA MALAYA PURA )

Dalam perjalanan kembalinya mahesa Anabrang / kebo anabrang ( gelar perang ) dengan membawa 2 orang puteri dari dhamasraya, kebo anabrang sebenarnya telah jatuh hati dengan Dara Jingga, dan mahesa anabrang telah mempersiapkan diri untuk memohon kepada Raja Kretanegara kelak saat sampai di Singhasari untuk meminta Dara Jingga sebagai istrinya, mengingat masa itu Raja Kreta negara sudah berumur.

Dan sebagian menyampaikan saat perjalanan pulang ke tanah jawa, keduanya telah melangsungkan pernikahan.
Dan ini juga merupakan sepenggal teka teki dari Gajah mada.
Kembali ke kisah Kebo Anabrang ini yg kemudian telah mempersunting dara jingga
Dan dalam catatan babad Arya Tabanan

Adwaya Brahman Shri Tinuheng Pura ( Ia yang di hormati di Singasari & Majapahit) beristrikan Dara Jingga (Sira Alaki Dewa/dia yang bersuami seorang Dewa), berputra:

Raden Cakradara (suami Tribhuwana Tungga Dewi)
Arya Damar / Adityawarman Raja Palembang
Arya Kenceng
Arya Kuta Wandira
Arya Sentong
Arya Belog
Kembali diceritakan, tentang para ksatria enam bersaudara itu. Yang sulung bernama: Raden Cakradara, tampan dan sempurna wajahnya, tinggi ilmunya, cerdas dan bijaksana, bajik prilakunya, banyak pengetahuannya, pemberani, dan mahir dalam pertempuran. Di dalam sayembara, beliau terpilih untuk dijadikan suami oleh sang raja putri Bra Wilwatikta (raja Majapahit) yang ketiga. Setelah menikah beliau bergelar Sri Kerta Wardana. 

Adapun yang kedua banyak namanya, antara lain: Sirarya Damar, Arya Teja, Raden Dilah, Kyayi Nala. Jabatannya Dyaksa, perintahnya selalu ditaati, bagaikan singa keberaniannya.

Yang ketiga bernama Sirarya Kenceng, terkenal tentang keganasannya, keberaniannya ibarat harimau. 
Yang keempat Sirarya Kuta Waringin. 
Yang kelima Sirarya Sentong, 
serta yang keenam Sirarya Belog, semuanya itu pandai bersilat lidah, bagaikan kelompok gandara prilaku mereka.

Kelima para arya itu menjadi pejabat penting (bahudanda) mengabdikan diri dibawah Sri Maha Rajadewi Wilatikta (Majapahit).

Arya Kenceng berkuasa di daerah Tabanan, beristana di sebuah desa bernama Pucangan atau Buwahan di sebelah selatan Baleagung. Batas daerah kekuasaan dia: sebelah timur sungai Panahan, sebelah barat sungai Sapwan, sebelah utara Gunung Beratan atau Batukaru dan sebelah selatan daerah-daerah di utara desa Sanda, Kurambitan, Blungbang, Tangguntiti dan Bajra, sama-sama daerah kekuasaan Kabakaba, mulai tahun 1343.

Adapun Arya Kenceng menikah dengan seorang keturunan brahmana di Ketepengreges, wilayah Majapahit, sang putri tiga bersaudara. Yang tertua menikah dengan Dalem Sri Kresna Kepakisan, Yang ketiga (anom) menikah dengan Arya Sentong dan yang kedua (penengah) menikah dengan Batara Arya Kenceng.
Sebagai yang tercatat anak kedua dari pernikahan mahesa anabrang / kebo anabrang / rakryan mahamantri

Kita ulang kembali khusus kepada Adityawarman sang pemain utama dalam kisah ini :

Berdasarkan Prasasti Kuburajo, Adityawarman adalah putra dari Adwayawarman. Akan tetapi, dalam Prasasti Bukit Gombak disebutkan bahwa Adityawarman adalah putra dari Adwayadwaja. Nama ini mirip dengan nama salah seorang pejabat penting Kerajaan Singhasari (Rakryān Mahāmantri Dyah Adwayabrahma) yang pada tahun 1286 mengantar Arca Amoghapasa untuk dipahatkan di Dharmasraya sebagai hadiah dari Raja Singhasari Kertanagara kepada Raja Malayu Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa. Adityawarman dalam Pararaton dan Kidung Panji Wijayakrama disebut dengan nama Tuhan Janaka yang bergelar Mantrolot Warmadewa. Ibunya bernama Dara Jingga putri Kerajaan Malayu di Dharmasraya

Dara Jingga bersama adiknya Dara Petak ikut bersama tim Ekspedisi Pamalayu yang kembali ke Jawa pada tahun 1293. Ahli waris Kertanagara yang bernama Raden Wijaya mengambil Dara Petak sebagai permaisuri dan bahwa Dara Jingga sira alaki dewa, yaitu bersuamikan kepada seorang “dewa” (bangsawan).

Pendapat lain mengatakan bahwa Adityawarman juga merupakan anak dari Raden Wijaya, yang berarti Raden Wijaya bukan hanya memperistri Dara Petak melainkan juga Dara Jingga. Penafsiran ini mungkin karena dalam Nagarakretagama disebutkan Raden Wijaya telah memperistri keempat putri Kertanagara.

Muhammad Yamin berpendapat bahwa Adityawarman lahir di Siguntur (Kabupaten DharmasrayaSumatera Barat sekarang). Ketika muda ia berangkat pergi ke Majapahit, karena ayah atau ibunya mempunyai perhubungan darah dengan permaisuri raja Majapahit pertama, Kertarajasa Jayawardana. Adityawarman dianggap saudara dari Raja Jayanegara yang tidak memiliki putra. Oleh karena itu, menurut adat Adityawarmanlah yang paling dekat untuk pengganti mahkota.

Adityawarman dilahirkan dan dibesarkan di Majapahit[7][8] Hal itu diketahui dari Prasasti Blitar yang memuat nama Mpu Aditya.pada masa pemerintahan Raden Wijaya (1294–1309). Menurut Pararaton, raja kedua Majapahit, yaitu Jayanagara, adalah putra Raden Wijaya yang lahir dari Dara Petak. Dengan demikian, hubungan antara Adityawarman dengan Jayanagara adalah saudara sepupu sesama cucu raja Malayu dari Kerajaan Dharmasraya. Dari versi lain, mereka disebutkan juga saudara seayah sesama anak Raden Wijaya alias Kertarajasa Jayawardana.[9]

Dengan hubungan kekeluargaan yang begitu dekat, maka ketika Jayanagara menjadi raja, Adityawarman dikirim sebagai duta besar Majapahit untuk Tiongkok selama dua kali yaitu pada tahun 1325 dan 1332. Dalam kronik Dinasti Yuan ia disebut dengan nama Sengk'ia-lie-yu-lan. Pengiriman utusan ini menunjukkan adanya usaha perdamaian antara Majapahit dengan bangsa Mongol, setelah terjadinya perselisihan dan peperangan pada masa Singhasari dan zaman Raden Wijaya.

Pada masa pemerintahan Tribhuwana Tunggadewi (adik Jayanagara), Adityawarman diangkat sebagai Wreddhamantri, atau Perdana menteri. Hal ini tersebut pada Prasasti Manjusri tahun 1343 yang menyatakan bahwa, Adityawarman selaku wreddhamantri menempatkan arca Mañjuçrī (salah satu sosok bodhisattva) di tempat pendarmaan Jina (Buddha) dan membangun candi Buddha (Candi Jago) di bhumi jawa untuk menghormati orang tua dan para kerabatnya.Dan sebelumnya namanya juga tercatat dalam prasasti Blitar yang bertarikh 1330 sebagai Sang Arya Dewaraja Mpu Aditya. 

Dari Piagam Bendasari terdapat istilah tanda rakryan makabehan yang menyatakan urutan jabatan di Majapahit setelah raja, di mana disebutkan secara berurutan dimulai dengan jabatan wreddamantri sang arya dewaraja empu Aditya, sang arya dhiraraja empu Narayana, rake mapatih ring Majapahit empu Gajah Mada, dan seterusnya. Jadi dengan demikian jelas terlihat kedudukan Adityawarman begitu sangat tinggi di Majapahit melebihi kedudukan dari Gajah Mada pada waktu itu.


Arya Damar adalah tokoh dalam Kidung Pamacangah dan Babad Arya Tabanan, yaitu sebagai bupati Palembang yang berjasa membantu Gajah Mada menaklukkan Bali pada tahun 1343

Di dalam Babad Arya Tabanan diceritakan bahwa Arya Damar adalah keturunan bangsawan (wangsa ksatria, bahasa Baliarya) yang berasal dari Kediri. Sejarawan Prof. C.C. Berg menganggapnya identik dengan Adityawarman.

Dari beberapa prasasti peninggalan Adityawarman, memang belum ada ditemukan kata-kata Pagaruyung, begitu juga tambo yang ada pada masyarakat juga tidak secara jelas menyebutkan nama dari raja mereka, dalam hal ini nama Adityawarman itu sendiri. Namun yang pasti Adityawarman memang menjadi raja di wilayah Pagaruyung, dari salah satu prasastinya menyebutkan bahwa ia sebagai Suravasawan atau Tuan Surawasa. Surawasa berubah tutur menjadi Suruaso, sebuah nagari yang berbatasan dengan nagari Pagaruyung sekarang.

Catatan Dinasti Ming (1368-1644) menyebut di San-fo-tsi (Sumatra) terdapat tiga orang raja. Mereka adalah Sengk'ia-li-yu-lan (alias Adityawarman), Ma-ha-na-po-lin-pang (Maharaja Palembang), dan Ma-na-cha-wu-li (Maharaja Dharmasraya). Sebelumnya pada masa Dinasti Yuan (1271-1368),
Adityawarman juga pernah dikirim oleh Jayanegara sebanyak dua kali sebagai duta ke Tiongkok. Nama yang sama pada masa Dinasti Ming masih merujuk kepada Adityawarman, yang kemudian kembali mengirimkan utusan sebanyak 6 kali pada rentang tahun 1371 sampai 1377. 

Berita ini dapat dikaitkan dengan penemuan Kitab Undang-Undang Tanjung Tanah di Kerinci yang diperkirakan berasal dari zaman Adityawarman. Naskah tersebut menyebutkan tentang adanya Maharaja Dharmasraya. Jika dikaitkan dengan piagam yang dipahat pada bahagian belakang Arca Amoghapasa, Adityawarman bergelar Maharajadiraja dan membawahi Dharmasraya dan Palembang.
Melihat gelar yang disandang oleh Adityawarman, terlihat ia menggabungan beberapa nama yang pernah dikenal sebelumnya, Mauli merujuk garis keturunannya kepada Dinasti Mauli penguasa Dharmasraya dan gelar Sri Udayadityavarman pernah disandang oleh salah seorang raja Sriwijaya serta menambahkah Rajendra nama penakluk Sriwijaya, raja Chola dari Koromandel. Hal ini dilakukannya untuk mempersatukan seluruh keluarga penguasa yang ada di bhumi malayu, sesuai dengan manuskrip pengukuhannya sebagai Maharajadiraja, bahwa Adityawarman menyebutkan dirinya sebagai pelindung persatuan dan menentang perpecahan dalam kerajaannya.




No comments:

Post a Comment

SANG ARYA CAKRADARA

CAKRADARA AYAH HAYAM WURUK - RAJA MAJAPAHIT Sri Kertawardhana (atau *Cakradhara*) Adalah ayah dari Hayam Wuruk dan suami dari T...